Sabtu, 20 Agustus 2016|08:45:38 WIB
RADARRIAUNET.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyatakan masih menyelidiki keterlibatan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dalam sejumlah kasus suap.
Meski telah dikeluarkan surat perintah penyelidikan terhadap Nurhadi, menurut Agus, perlu keyakinan untuk menetapkannya sebagai tersangka.
"Supaya tingkat keyakinan kami enggak turun, harus ada keyakinan yang sangat tinggi dan perlu ada data yang lebih banyak," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/8).
Penambahan data ini, kata dia, bisa berasal dari pemeriksaan yang dilakukan pada empat anggota polisi pengawal Nurhadi. Di samping itu, pihaknya juga telah mengetahui keberadaan bekas sopir Nurhadi yang bernama Royani.
Sebelumnya Royani sempat menghilang dan tidak diketahui keberadaannya. Padahal keterangan dari Royani diperlukan KPK terkait kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) dalam sebuah perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Informasi kan tiap hari bertambah, bisa juga dari pengadilan. Mungkin ada informasi yang makin terkuak, jadi tunggu saja kita akan melangkah ke sana," katanya.
Namun Agus enggan menjelaskan lebih jauh soal keterlibatan Nurhadi. Dia meminta semua pihak bersabar dalam penanganan kasus tersebut.
"Sudahlah, tunggu saja ya," ucapnya.
Dalam kasus dugaan suap tersebut, Nurhadi dan Royani telah dicegah KPK ke luar negeri. Selain keduanya, mantan petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro juga telah dicegah ke luar negeri lantaran diduga turut terlibat dalam kasus tersebut.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 15 Agustus lalu, Nurhadi mengaku mantan petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro pernah meminta bantuannya untuk mengurus salah satu pengajuan PK suatu perkara.
Hal ini disampaikan saat Nurhadi menjadi saksi bagi terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Doddy Aryanto Supeno.
Nurhadi kemudian menghubungi Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution usai mendapatkan keluhan dari Eddy. Mantan petinggi MA itu mengklaim telah mengenal Eddy sejak tahun 1975.
Dalam pertemuan tersebut, dia meminta berkas perkara yang diminta Eddy segera dikirimkan ke Mahkamah Agung.
"Pak Eddy Sindoro mengeluh kenapa perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dikirim-kirim. Tapi saya tidak tahu detail itu bisa dikirim atau tidak," katanya.
cnn/radarriaunet.com