Kamis, 11 Agustus 2016|14:42:05 WIB
RADARRIAUNET.COM - Presiden Jokowi akhirnya merombak para menteri (reshuffle) jilid II. Perombakan kali ini dirasa perlu, mengingat pada reshuffle jilid I, Presiden tampaknya belum melihat ada perubahan signifikan di berbagai sektor, terutama sisi pertumbuhan ekonomi.
Memang, yang sering terjadi dan muncul di publik bukanlah peningkatan kinerja sesuai dengan visi-misi Presiden, melainkan justru kegaduhan dan saling "kepret." Ini tentu sama sekali bukan karakter menteri yang didambakan Presiden. Tentu, Presiden juga tidak tinggal diam dalam mengatasi kegaduhan yang ada. Maka, bisa dipahami reshuffle jilid II adalah jalan terbaik.
Selain faktor gaduh internal tersebut, faktor eksternal, terutama aspek politik, juga tidak dapat dipandang remeh. Masuknya dua partai politik, Golkar dan PAN, mengubah konstelasi dan pola hubungan antar parpol, baik partai pendukung maupun oposisi.
Meski dulu Presiden dalam membangun kekuatan politiknya di masa kampanye pilpres mengusung jargon "koalisi tanpa syarat", realitas politik nyatanya tidak dapat dilawan, apalagi diabaikan. Orang nomor satu di Indonesia ini paham betul jika merealisasikan program membutuhkan sinergi, utamanya di legislatif. Dukungan parlemen amat dibutuhkan untuk mewujudkan nawacita.
Di parlemen, Golkar punya 91 kursi dan PAN 48 kursi. Parpol pendukung pemerintah sebelumnya memiliki 208 kursi yang terdiri dari 109 kursi PDIP, 36 kursi Partai Nasdem, 47 kursi PKB, dan 16 kursi Hanura.
Tambahan kursi Golkar dan PAN memperkuat parlemen non-oposan 347 kursi. Sementara, parpol oposisi tinggal 152 kursi, yakni Gerindra 73 kursi, PKS 40 kursi, dan PPP 39 kursi. Itu pun belum menyoal kekuatan PPP yang masih berpotensi lekat dengan pemerintah.
Sikap Presiden jelas. Golkar dan PAN sama-sama diakomodasi. Sikap ini tentu diharapkan mengokohkan stabilitas politik sehingga semua program pemerintah dapat berjalan sesuai target dan rencana.
Prioritas ekonomi
Dalam reshuffle jilid II, amat tampak Presiden menitikberatkan garapan sektor perbaikan ekonomi. Sekian menteri yang diganti adalah pos kementerian yang bersinggungan dengan ekonomi nasional. Yakni, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Kepala BKPM.
Pada perombakan ini, jelas Presiden paham apa yang menjadi harapan rakyat; peningkatan dan percepatan ekonomi yang bermuara pada kesejahteraan. Sisa tiga tahun sangat singkat, bahkan bisa lewat begitu saja jika pemerintah tidak fokus dan konsisten tanpa dibantu para menteri yang mumpuni. Hal yang lebih penting, menteri dapat beradaptasi dengan ritme kerja dan gaya kepemimpinan Presiden.
Keseriusan menyelesaikan problem ekonomi ditunjukkan dengan memulangkan putri terbaik bangsa yang sudah enam tahun menjadi salah satu direktur Bank Dunia. Sebagai Menteri Keuangan pada era Presiden SBY, Sri Mulyani Indrawati (SMI) tidak diragukan lagi kapasitasnya menangani problem ekonomi. Kehadirannya digadang-gadang mampu membenahi dan mentransformasikan perekonomian secara cepat dan lugas.
Selain kapasitas personal, perkembangan ekonomi global yang berubah cepat dan tidak menentu menjadi alasan lain keberadaan SMI di kabinet. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), ketidakpastian suku bunga the Fed, dan isu-isu moneter lain tentu cukup dikuasai SMI. Upaya menciptakan iklim dan atmosfer positif di kalangan pelaku ekonomi, baik domestik maupun investor asing, tentu saja menjadi ujian pertama SMI.
Belum lagi soal pengampunan pajak (tax amnesty) yang menjadi terobosan sekaligus pertaruhan pemerintah. Mengawal pajak sebagai sumber utama pemasukan negara, dikatakan (bisa) berhasil jika mampu menggerakkan perekonomian sektor riil; bukan sekadar uang masuk di pasar finansial (saham dan obligasi).
Pesan penting yang juga harapan kita bersama, para menteri baru di kabinet baru tidak lagi saling mengevaluasi satu sama lain. Setiap menteri seyogianya fokus pada bidang kementerian masing-masing. Tidak kalah penting juga, menteri harus mampu memahami ritme gerak Presiden. Optimisme harus terus-menerus digelorakan. Harmonisasi bekerja sebagai satu tim juga sebuah kewajiban tanpa pengecualian.
Posisi PKB
Dari empat menteri yang berasal dari PKB, seorang menteri dari pos Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tidak luput digeser. Meski penggantinya berasal dari korps yang sama, harus diakui Marwan Jafar adalah menteri PKB yang cukup diandalkan karena bidang garapannya yang langsung menyasar masyarakat pedesaan. Bagi PKB, Marwan Jafar dinilai cukup baik kinerjanya, dan dipandang sangat serius serta bekerja keras menggarap sektor pedesaan.
Apa pun pertimbangan Presiden, PKB menghormati, tunduk, dan akan terus setia mengawal keberhasilan program-program pemerintah. Pengganti Menteri Desa saat ini juga kader yang cukup bagus. PKB meyakini Eko Putro akan mampu meneruskan fondasi yang telah dibangun menteri sebelumnya. Sikap PKB jelas: menteri adalah milik semua golongan dan warna. PKB tidak akan mencampuri apa yang menjadi ranah Presiden, bahkan akan selalu mendukung program-program yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat luas.
Di internal partai, kader-kader PKB, baik yang saat ini dipercaya menjadi menteri, kader di parlemen, maupun kader lainnya, selalu ditanamkan untuk ikut mendorong, menyosialisasikan, dan mendukung arah kebijakan pemerintah. Menghadirkan negara, membangun tata kelola pemerintahan yang baik, membangun Indonesia dari pinggiran, hingga mewujudkan kemandirian ekonomi juga arah perjuangan PKB. Jika Presiden beserta jajarannya sedang fokus pada percepatan sektor ekonomi, maka arah kebijakan partai apa pun, termasuk PKB, seyogianya juga tidak luput dari visi ini.
Agar efektivitas dan kondusivitas kabinet baru ini dapat benar-benar terjaga, mari kita sama-sama ikut mendampingi dan mengawalnya. Dan, kita harus meyakini betul tidak ada sesuatu yang tidak mungkin untuk mewujudkan apa yang diinginkan Presiden dan semua lapisan masyarakat. Selamat bekerja buat para menteri baru.
Oleh Lukmanul Hakim
Wasekjen DPP PKB/rol