Kamis, 04 Agustus 2016|08:36:06 WIB
RADARRIAUNET.COM - Industri semen di Indonesia terbilang lesu pada semester I 2016, terlihat dari lemahnya pendapatan yang diterima oleh dua produsen semen terbesar di Indonesia, yakni PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT. Semen Indonesia Tbk (SMGR).
Dari dua emiten tersebut, Indocement mengalami penurunan pendapatan lebih besar dibanding Semen Indonesia, yaitu 14,63 persen menjadi Rp7,741 triliun dari sebelumnya Rp8,874 triliun. Sementara, pendapatan Semen Indonesia menurun tipis 1,36 persen menjadi Rp12,470 triliun dari Rp12,640 triliun.
Namun, dari sisi laba bersih sendiri Indocement mengalami pertumbuhan sebesar 5,19 persen dari Rp2,429 miliar menjadi Rp2,309 miliar. Berbeda dengan Semen Indonesia yang menurun 11,25 persen menjadi Rp1,964 triliun dari Rp2,185 triliun.
Sebelumnya, Rizkan Chandra, Direktur Utama Semen Indonesia, mengatakan semakin banyaknya pemain baru yang masuk dalam industri semen ke Indonesia menyebabkan kondisi industri semen domestik tahun ini mengalami perubahan signifikan. Salah satu efeknya adalah berlebihnya kapasitas produksi (over capacity) sehingga memmaksa perseroan melakukan sejumlah strategi guna memenangkan persaingan.
Menurutnya, kondisi industri semen nasional baru akan membaik pada semester II 2016 sejalan dengan kebijakan amnesti pajak, menurunnya suku bunga, dan berlakunya pelonggaran aturan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR). Kombinasi faktor-faktor tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap kelebihan kapasitas dan harga.
Analis Fitch Rating, Salman Fajari mengatakan, permasalahan bagi produsen semen masih sama seperti tahun lalu, yaitu kapasitas yang tidak sebanding dengan permintaan (demand).
"Masalahnya ya masih berlebihan kapasitas, lalu datangnya kompetitor dari asing yang juga membuka pabrik di Indonesia," kata Salman kepada awak media, Selasa (2/8).
Produsen semen sendiri, lanjut Salman, sangat bergantung dengan proyek properti dan konstruksi. Namun kontribusi terbesar berasal dari proyek properti sebesar 80 persen, sedangkan konstruksi sebesar 20 persen.
Melambatnya proyek properti sendiri pada semester I 2016 ini turut berdampak pada penjualan semen, sehingga mempengaruhi jumlah permintaan yang semakin sedikit.
Salman memprediksi proyek konstruksi akan bertambah secara signifikan seiring dengan masuknya dana repatriasi dari kebijakam amnesti pajak. Hal ini tentu akan mempengaruhi permintaan akan semen, sehingga diperkirakan permintaan semen untuk proyek konstruksi hingga akhir tahun akan tumbuh empat persen.
"Semester dua nanti proyek-proyek konstruksi lebih banyak berjalan jadi mempengaruhi, harusnya bisa membantu pertumbuhan penjualan semen. Uang akan masuk banyak dari amnesti pajak, jadi proyek konstruksi juga akan lebih lancar jadi pengaruhnya nanti pada penjualan semen," katanya.
Sementara, analis Mandiri Sekuritas Liliana S. Bambang menyatakan margin Indocement lebih buruk dibandingkan dengan Semen Indonesia karena kekuatan Indocement di Jawa mengalami permintaan yang melemah ditambah dengan kompetisi.
"Saat ini, kami lebih memilih Semen Indonesia dibandingkan dengan Indocement karena kami menilai Semen Indonesia lebih tidak terpengaruh oleh tekanan harga jual rata-rata karena eksposur di luar Jawa dan infrastruktur," kata Liliana dalam risetnya.
cnn/fn/radarriaunet.com