RADARRIAUNET.COM - Pemkab terus berupaya memutus mata rantai antara petani dan tengkulak. Pasalnya, dari data di lapangan dia melihat masih banyak ketergantungan petani terhadap tengkulak, dan celakanya lagi hal ini sudah berlangsung lama.
“Kalau dibiarkan terus menerus, maka petani tak bisa lepas dari lingkaran tengkulak. Mereka tak dapat meningkatkan pendapatannya, karena harus menutupi utang dengan tengkulak,” kata Syamsuar saat mengikuti High Level Meeting di Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau, Senin (1/8/).
Menurut dia, sampai saat ini petani tanaman pangan terikat menjual hasil panen gabah basahnya ke tengkulak asal Medan. Setiap kali panen, mereka sudah siap membawa hasilnya. Pemerintah sendiri, diakui dia tak bisa berbuat banyak. Karena ini menyangkut masalah pendapatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
"Pemkab sudah melakukan upaya untuk peningkatan produksi beras dalam rangka menuju arah swasembada beras. Tapi hasilnya dibawa keluar," sebut dia.
Pemerintah Provinsi Riau dan Bank Indonesia terus menyampaikan beberapa harga komoditi sembako di pasaran sulit untuk dikendalikan. Namun demikian, ada hal lain yang menurut dia bisa menjadi fokus untuk memperbaiki harga salah satu komoditi itu.
Terutama dengan mengupayakan agar hasil panen gabah basah di Siak tidak keluar dari Riau. Di Siak sendiri ada empat kecamatan yang menjadi sentra tanaman pangan, yaitu Kecamatan Bungaraya, Sabakauh, Sungai Mandau dan Sungaiapit. Setiap kali panen, selalu mengalami surplus, namun tetap saja dibawa keluar. Kondisi ini menurut dia tak bisa dibiarkan terus menerus, karena akan berdampak pengurangan pada keperluan daerah sendiri.
Hingga saat ini, belum ada pedagang atau pengusaha dari Kabupaten Siak dan Pekanbaru yang sanggup mengelola hal ini, sehingga yang terjadi dibawa keluar. Petani sendiri telah menyadari, betapa pentingnya ketahanan pangan. Bahkan mereka telah berkomitmen tak tergiur untuk melakukan alih fungsi lahan dengan menanam sawit, tinggal lagi upaya pemerintah untuk melakukan pembinaan dan juga memasarkan hasil mereka.
Pemkab juga telah mengusulan pada pemerintah pusat untuk menambah luas areal persawahan dengan memanfaatkan lahan tidur HGU dan HTI perusahaan yang belum tergarap. Ini semua dalam mewujudkan Program Nawacita Presiden RI Joko Widodo.
“Saya mengharapkan pemprov dan TPID juga memikirkan masalah tersebut dalam rangka melakukan pengendalian harga terhadap beras,” harap dia.
Ironisnya lagi, gabah itu mereka beli, kemudian diolah dan mereka jual lagi ke Riau. Kenapa tidak pengusaha di Riau saja yang melakukan itu. Kami juga sudah tawarkan ke Bulog, tapi mereka tidak bisa. Dia menyakini, keperluan beras di Riau mampu teratasi, jika hasil panen dari masyarakat bisa betul-betul terkelola secara baik.
Sebelumnya, Ketua TPID Provinsi Riau Ismed mengatakan, tujuan pertemuan ini adalah penyampaian evaluasi capaian Provinsi Riau semester I dengan capaian target serta terkait dengan program kerja di Provinsi Riau 2015-2016 termasuk arahan presiden pada Rakornas Ke-6 sesuai arahannya dengan pengendalian inflasi pengembangan dari penyempurnaan 2015.
Kata dia, perkembangan inflasi mencapai 1,9 persen,dan menjadi laju inflasi terendah di Sumatera. Tingkat inflasi juga mengalami penurunan yang mencapai 2,5 persen tahun 2015.
Perkembangan positif yang kita lihat banyaknya kegiatan yang belum dimasukkan seperti operasi pasar yang dahsyat dan lainnya juga menjadi penyebab. “Melalui pertemuan ini berkaitan dengan insfrastruktur di Riau ini sebenarnya masih banyak juga yang kurang baik yang berkaitan dengan APBN,” kata dia.
Terutama jalan yang ada di Buton terhadap jalan nasional. Sebab itu, ia berharap agar diperhatikan secara merata oleh pemerintah pusat.
hum/rpg/radarriaunet.com