RADARRIAUNET.COM - Ada apa dengan oknum penegak hukum di Indonesia? Pertanyaan ini rasanya wajib untuk digulirkan kepada pihak penegak hukum di Indonesia, yang meliputi pihak kepolisian, kejaksaan, dan hakim sebagai pengambil keputusan terakhir di pengadilan.
Sudah tidak rahasia umum lagi bahwa para penegak hukum yang dimaksud tadi kerap bermain mata atau sarat dengan konspirasi disaat menegakkan hukum pada terduga pelanggaran hukum di berbagai tempat di Indonesia.
Tak terkecuali dengan kasus gembong narkoba, Freddy Budiman dan Michael Titus yang telah dijatuhi vonis hukuman mati dan yang lagi ramai diberitakan di berbagai media.
Selayaknyalah pelanggaran hukum itu wajib diberikan sanksi hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Penegakan hukum seharusnya ditegakkan secara beradab dan bersih dari unsur politik. Penegakan hukum harus juga dilakukan secara terbuka dan transparan kepada masyarakat.
Namun apa yang kita saksikan melalui pemberitaan berbagai media akhir-akhir ini, justru penegak hukum di Indonesia sudah benar-benar terdegradasi. Mulai dari penyelidikan oleh polisi, penyidikan oleh jaksa, dan amar putusan oleh hakim selalu penuh dengan unsur permainan politik uang. Bahkan hingga ke petugas di lembaga pemasyarakatan pun, menjadi sarang penyamun.
Kita sudah bosan mendengar petugas kepolisian yang berlaku jahat terhadap penegakan hukum. Kita sudah muak melihat petugas jaksa yang menjadikan uang sebagai dasar pemberian hukuman, hingga kepada hakim yang juga menjadikan uang sebagai cerminan untuk menjatuhkan vonis.
Oknum penegak hukum di Indonesia memang sudah berada pada taraf moral yang sudah abu-abu. Sistem rekrutmen, dan penempatan tugas serta penempatan jabatan pun, kejahatan sudah nyata menyusupi para penegak hukum.
Semua berorientasi pada konspirasi.
Uang dan jabatan adalah segalanya bagi mereka yang berhati tamak dan haus akan kekuasaan. Hukum dan sistem hukum di Indonesia hanyalah dijadikan sebagai metode dan alat untuk mewujudkan semua impian para mafia hukum di Indonesia. Ditambah lagi sistem hukum Indonesia yang tidak punya kepastian. Semua tergantung interpretasi atau asumsi para penegak hukum itu sendiri. Itulah realita penegakan hukum di Indonesia.
Terkait dengan Freddy Budiman dan Michael Titus, 2 gembong narkoba yang telah dijatuhi hukuman mati, lagi santer diberitakan saat ini di berbagai media, terkait dengan pernyataan atau curhatan keduanya di televisi, yang memperlihatkan jati diri penegak hukum kita dalam proses status hukum keduanya, tidak dapat kita pungkiri.
Dapat kita tangkap secara nurani kita sebagai warga negara Indonesia, betapa pernyataan kedua terpidana itu merupakan refleksi dari moral penegak hukum. Disaat seseorang berada pada posisi salah dan telah dicecar dengan segala tuduhan dan tekanan, baik fisik maupun psikologis, tidak mudah mengatakan pernyataan seperti yang mereka teriakkan.
Baik Freddy, maupun Michael sama-sama mengungkap fakta rill yang mereka saksikan dan rasakan selama proses status hukum mereka. Jelas hal itu bukanlah sekedar ocehan kosong. Siapa yang berani dalam keadaan bersalah mampu melibatkan oknum petinggi institusi, jika memang hal itu tidak terjadi? Bahkan keduanya menyebut pangkat dan nama institusi yang terlibat konspirasi dalam proses status hukumnya.
Memang kita sadari, bicara hukum adalah berbicara soal kejahatan, tempat kejadian perkara, dan berbagai alat bukti untuk mendukung dugaan dan proses penyidikan pelanggaran hukum. Hal itulah barangkali yang menjadi topeng dan perisai bagi para mafia hukum di Indonesia. Baik Freddy serta Michael menyadari hal itu, namun mereka hanya ingin meninggalkan pesan moral yang terdalam dan terakhir sebelum ajal menjemput mereka. Dengan sebuah harapan, barangkali Tuhan lah yang dapat menegakkan keadilan hukum di negeri ini.
Dalam tayangan di salah satu media pagi ini, pukul 07.00 WIB, 2/8/2016, membahas hal ini, dengan menghadirkan pakar hukum Prof. Gayus dan advokasi hukum Indonesia Alfon, SH. Dalam pembahasan tersebut, Gayus hanya mempertontonkan kepiawaianya dalam menuturkan teori hukum, sementara Alfon lebih menyingkap soal barangkali memang ada banyak unsur kepentingan dan konspirasi di balik keputusan hukum terkait kedua terpidana mati itu.
"Who knows?" katanya menjawab pertanyaan reporter, ketika ditanya soal apakah ada konspirasi para petinggi hukum dibalik pidana mati itu. Hanya Tuhan lah yang tau.
Feri Sibarani, STP/radarriaunet.com