Senin, 01 Agustus 2016|11:04:26 WIB
RADARRIAUNET.COM - Masuknya Sri Mulyani Indrawati dalam Kabinet Kerja dinilai memberi angin segar bagi pasar keuangan domestik. Banyak pelaku pasar yang menanti terobosan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan dalam mengelola fiskal khususnya dalam menghadapi tantangan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini.
Head of Research NH Korindo Securities Reza Priyambada mengatakan mayoritas pelaku pasar menyambut positif perubahan susunan sejumlah menteri ekonomi di Kabinet Presiden Joko Widodo. Hal ini ditunjukan dengan pergerakan kurs rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat usai pengumuman reshuffle oleh Presiden Jokowi Rabu (27/07) lalu.
"Namun sekarang pertanyaannya apakah dengan masuknya Sri Mulyani dan perpindahan beberapa menteri itu akan membawa dampak positif ke pertumbuhan ekonomi kita? Terutama dari sisi kestabilan rupiah, inflasi, kemudian penurunan defisit anggaran kita itu bisa diatasi atau tidak, apalagi pergantian tersebut bersamaan dengan tax amnesty," ujar Reza ditemui dalam pertemuan dengan media di Nusa Dua, Bali, kemarin.
Menurut Reza, Tim Ekonomi baru dalam Kabinet Kerja harus segera melakukan kerja yang nyata untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pelaku pasar berharap keputusan reshuffle kemarin merupakan yang terakhir kalinya yang diambil oleh Presiden Jokowi.
"Jadi pada saat mereka (Menteri Baru) masuk, akan ditantang oleh publik. Apakah akan menjalankan kebijakan yang sudah seperti ini atau mungkin ada terobosan baru untuk kita punya perekonomian bisa lebih baik," jelas Reza.
Sementara para pelaku pasar masih was-was terhadap risiko fiskal yang masih tinggi. Risiko tersebut timbul akibat target penerimaan pajak dalam APBN 2016 yang dinilai masih terlalu tinggi.
"Saya kira target itu masih terlalu tinggi. Dengan masuknya Sri Mulyani akan ada penyesuaian terhadap budget fiskal, yang lebih elegan. Itu faktor utama yang dinilai investor," ujar Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy.
Sikap investor dan pelaku usaha yang was-was tersebut dibayangi oleh rencana pemerintah dalam skema menutupi pelebaran defisit. Investor khawatir apabila pemerintah enggan memperlebar batas defisit anggaran lebih dari tiga persen, maka pemerintah bakal memperluas objek penerimaan pajak guna mendapat tambahan uang lebih.
"Ya kalau semua nanti dipajakin tidak akan memberikan kondisi yang kondusif bagi investasi, jadi mereka masih menunggu yang pasti," jelas Leo.
Seperti diketahui, target penerimaan perpajakan turun dari target awal sebesar Rp1.546,7 triliun menjadi Rp1.539,16 triliun di APBNP 2016.
Sementara untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Badan Anggaran DPR dan pemerintah menyepakati target sebesar Rp245,08 triliun, turun dari target awal Rp273,8 triliun di APBN 2016. Angka tersebut bersumber dari PNBP SDA Migas sebesar Rp68,68 triliun, SDA non-Migas Rp21,68 triliun, pendapatan laba BUMN sebesar Rp34,16 triliun, dan PNBP lainnya.
Secara keseluruhan, target penerimaan negara dan hibah dipangkas menjadi Rp1.786,22 triliun, turun Rp36,28 triliun dari target sebelumnya Rp1.822,5 triliun di APBN 2016.
cnn/radarriaunet.com