RADARRIAUNET.COM - Kuasa hukum Merry Utami, terpidana mati kasus narkotik asal Indonesia, mempertanyakan alasan Kejaksaan Agung yang membatalkan eksekusi terhadap kliennya, Jumat (29/7) dinihari tadi.
Menurut Ricky Gunawan, perwakilan kuasa hukum Merry, hingga saat ini belum ada kejelasan dari lembaga adhyaksa terkait alasan penangguhan eksekusi terhadap kliennya. Ia meminta Kejagung untuk transparan dan membuka sebab batalnya eksekusi.
"Kita tentu merasa lega, tapi bukan berarti 100 persen lega karena sampai sekarang tidak pernah ada keterangan komprehensif mengenai mengapa dia (Merry) ditangguhkan dan sampai kapan status itu,"kata Ricky saat dihubungi wartawan.
Ricky mempertanyakan alasan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo terkait pembatalan eksekusi sepuluh terpidana mati.
Sebelumnya, Prasetyo berkata bahwa keputusan yang diambil dini hari
berdasarkan pertimbangan tim lapangan yang beranggotakan Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Noor Rachmad, serta perwakilan Kementerian Luar Negeri dan Polda Jawa Tengah.
"Setelah ada pembahasan dan kajian, empat orang saja yang perlu dieksekusi," kata Prasetyo.
Prasetyo mengaku hanya menerima hasil keputusan tim tersebut. Ia juga berkata, ada alasan yuridis dan non yuridis yang membuat penangguhan eksekusi dilakukan.
Menurut Ricky alasan yuridis yang diungkapkan tersebut tidak tepat karena Prasetyo telah menegaskan bahwa semua hak hukum para terpidana mati sudah diberikan dan tidak ada prosedur hukum lagi yang bisa digunakan terpidana.
"Kalau sekarang dia menyebut ada alasan yuridis, berarti dia mengingkari statement sebelumnya," kata Ricky.
Kemudian, terkait alasan non yuridis, menurut Ricky menunjukan adanya faktor politis yang mengintervensi proses eksekusi mati.
"Eksekusi mati akan jadi alasan politik dan itu rentan, artinya kita tidak tahu penangguhan ini sampai kapan dan karena alasan apa. Kita bersyukur (Merry) tidak dieksekusi, tapi harus dipertegas alasannya," katanya.
Para terpidana mati yang lolos dari eksekusi dini hari tadi adalah Merry Utami, Pujo Lestari dan Agus Hadi.
Selain tiga warga negara Indonesia itu, terdapat tujuh warga asing, yakni Zulfiqar Ali (Pakistan), Gurdip Singh (India), Onkonkwo Nonso Kingsley (Nigeria), Obina Nwajagu (Nigeria), Ozias Sibanda (Zimbabwe), Federik Luttar (Zimbabwe), dan Eugene Ape (Nigeria).
Sementara, empat terpidana mati yang dieksekusi adalah Freddy Budiman (37 tahun), Michael Titus (34), Humprey Ejike (40), dan Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane (34).
cnn/radarriaunet.com