RADARRIAUNET.COM - Distributor resmi vaksin pemerintah PT Bio Farma mengklaim tak mengambil keuntungan dari hasil produksi vaksin di Indonesia. Keuntungan yang diperoleh selama ini berasal dari hasil ekspor vaksin ke sejumlah negara.
Kepala Divisi Corporate Secretary PT Bio Farma Rahman Rustan mengatakan, net profit margin atau keuntungan bersih yang diterima dari hasil ekspor pada tahun 2015 mencapai 20 persen.
Namun dia tak tahu pasti jumlah total biaya produksi vaksin tersebut. Dia juga enggan merinci jumlah pendapatan yang diterima untuk produksi vaksin dalam negeri.
"Untuk dalam negeri kami menerapkan affordable price (harga yang bisa dijangkau), jadi tidak mengambil keuntungan tapi juga tidak memberikan harga yang merugikan," ujar Rahman di Gedung Bio Farma, Bandung, Jumat (15/7).
Saat ini, lanjut Rahman, produksi vaksin PT Bio Farma telah mencapai 3,2 miliar dosis per tahun. Produksi vaksin itu kemudian dibagi 60 persen untuk ekspor dan 40 persen untuk kebutuhan dalam negeri. Tercatat hingga saat ini lebih dari 130 negara telah menggunakan produk vaksin dari PT Bio Farma.
Proses distribusi vaksin tersebut, kata Rahman, harus memenuhi sejumlah syarat. Di antaranya memenuhi spesifikasi aturan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan World Health Organization (WHO).
Rahman menjamin tak ada produk vaksin PT Bio Farma yang dipalsukan. Sebab proses produksi vaksin PT Bio Farma telah menggunakan teknologi baru yang sulit untuk ditiru atau dipalsukan.
"Sejauh ini produk Bio Farma yang dipalsukan hanya serum anti tetanus dan anti bisa ular, bukan vaksin," ucapnya.
Diketahui, Kementerian Kesehatan menggelontorkan dana Rp2,82 triliun untuk ketersediaan obat dan vaksin pada 2016 atau meningkat sekitar 91 persen dibandingkan dua tahun sebelumnya (2014) yang senilai Rp1,46 triliun.
Hal itu terungkap dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2015-2019 dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) Kementerian Kesehatan 2014 dan 2015.
cnn/radarriaunet.com