Tak Ada Aturan Sanksi Bagi Aparat yang Salah Tindak dalam RUU Terorisme
ilustrasi Densus 88. kpc

Tak Ada Aturan Sanksi Bagi Aparat yang Salah Tindak dalam RUU Terorisme

Senin, 13 Juni 2016|08:21:39 WIB




RADARRIAUNET.COM - Pengamat Militer dan Keamanan Kusnanto Anggoro menyayangkan dalam draft revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak ada aturan yang mengatur tentang tanggung jawab aparat keamanan jika terjadi kesalahan.
    
Padahal, hal tersebut cukup penting agar publik merasa mendapatkan proteksi ketika aparat negara diberi kekuasaan berlebih dan menyalahgunakan kuasanya itu. "Tidak ada aturan eksplisit dalam RUU itu, hukuman apa yang harus diberikan kepada aparat negara yang misalnya salah tindak," ujar Kusnanto seusai acara diskusi di Jakarta, Jumat (10/6/2016).
    
Aturan tersebut, lanjut dia, umumnya hanya diatur dalam ketentuan-ketentuan yang lebih kecil dari pada UU dan masuk ke dalam aturan disiplin yang sifatnya internal.

Oleh karena itu, dibutuhkan pula peran suatu tim pengawas yang mengawasi tindakan dan kerja aparat keamaban tersebu. Usulan ini juga pernah disampaikan beberapa pihak dalam rapat dengar pendapat bersama Pansus RUU Antiterorisme di DPR.
    
Terkait unsur elemen di dalamnya, kata Kusnanto, yang terpenting adalah turut mengundang pihak dari unsur non-pemerintah, baik LSM maupun organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. "Apakah kemudian mereka mendapat status sebagai anggota tetap atau anggota sementara itu persoalan lain," sambung dia.
    
Komisi intelijen
    
Setara Institute menjadi salah satu pihak yang mengusulkan perlunya dibentuk sebuah tim pengawas dalam mengawasi aparat penegak hukum dalam menindak pelaku tindak pidana terorisme.
    
Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menuturkan, dari dulu pihaknya mengusulkan pembentukan komisi intelijen. Komisi tersebut nantinya merupakan gabungan dari Komisi I dan III DPR namun anggotanya permanen. "Jadi orang-orang itu hanya bekerja di komisi itu," kata Bonar di Kompleks Parlemen, Kamis (9/6/2016).
    
Bonar menambahkan, pihaknya juga menginginkan adanya badan pengawas di internal  Densus 88. Namun, tak hanya dari unsur kepolisian, pengawas juga diusulkan terdiri dari pihak lainnya yang dianggap kompeten. "Nantinya mereka bertanggungjawab kepada komisi yang di DPR. Setiap proses Densus harus dilaporkan ke badan pengawasan internal," ujar dia.
    
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais menilai keberadaan tim pengawas untuk mengawasi Densus 88 dan penegak hukum lainnya dalam menindak pelaku tindak pidana terorisme perlu ada. Sebab, tindak pidana terorisme dianggap sudah tergolong jenis kejahatan luar biasa. "Referensinya bisa pakai UU Intelijen Negara," kata Hanafi.
    
Menurut dia, tim pengawas tersebut bisa terdiri dari perwakilan-perwakilan 10 fraksi di DPR. Namun tak menutup kemungkinan juga menarik pihak luar untuk melengkapi fungsi pengawasan tersebut. "Bisa libatkan ormas atau lembaga auditor keuangan di luar DPR. Yang jelas ada tim pengawas," kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.


teu/kcm/radarriaunet.com







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NASIONAL

MORE

MOST POPULAR ARTICLE