RADARRIAUNET.COM - Biro investigasi Amerika Serikat, Federal Bureau of Investigation (FBI) mengeluarkan uang lebih dari US$1 juta atau Rp13,1 miliar untuk membuka kunci keamanan iPhone milik teroris pria pelaku penembakan di San Bernardino, California.
Hal ini merupakan pernyataan Direktur FBI James Comey saat berbicara dalam forum keamanan di London, Inggris. Ketika itu Comey memberi gambaran jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membuka kunci keamanan, yang disebutnya itu lebih besar dari sisa gajinya selama tujuh tahun di FBI.
Media di Amerika Serikat kemudian menghitung pendapatan Comey yang berjumlah sekitar US$180.000 per tahun. Jika dikalikan tujuh tahun maka jumlahnya US$1,26 juta.
“Kami membayar banyak” untuk alat peretasan,” kata Comey. “Tapi itu layak.”
Pertarungan hukum antara FBI dan Apple bekalangan ini mencuri perhatian publik setelah FBI meminta Apple membuka keamanan iPhone 5c milik Syed Ridwan Farook dan istrinya.
Penembakan yang dilakukan Farook di San Bernadino menewaskan 14 orang dan melukai setidaknya 22 orang pada peristiwa 2 Desember 2015.
Pasangan itu meninggal dalam baku tembak dengan polisi. FBI hendak melacak iPhone milik Farook, tetapi tidak bisa membukanya karena fitur keamanan yang diterapkan Apple.
Departemen Kehakiman AS meminta Apple untuk membangun peranti lunak baru yang bisa membuka kunci keamanan iPhone, tetapi perusahaan menolak karena jika itu dilakukan maka bisa mengganggu keamanan jutaan iPhone lain.
Apple tetap menolak untuk membuka akses hingga kasus ini akhirnya dibawa ke pengadilan.
Sejumlah perusahaan teknologi belakangan ini telah meningkatkan fitur keamanan, termasuk aplikasi pesan instan WhatsApp yang memberi fitur enkripsi dari ujung ke ujung.
“Ada sejumlah besar penjahat dan teroris yang menggunakan WhatsApp, dan itu masalah,” kata Comey seperti dikutip dari The Wall Street Journal.
FBI telah berinisiatif mengajak peretas profesional dari perusahaan keamanan untuk membobol iPhone, dan mungkin ini bisa terjadi di kemudian hari untuk membobol fitur keamanan dari layanan lain.
alex harefa/ cnn