Senin, 03 Februari 2020|13:08:51 WIB
RADARRIAUNET.COM: Kementrian Koperasi dan UKM akan menjadikan koperasi sebagai pusat bisnis komoditi kopi. Untuk itu, petani kopi perorangan akan dikonsolidasi dalam lembaga koperasi untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi petani.
"Sekitar 90% petani kopi di Indonesia adalah petani kecil dengan skala lahan yang sempit. Karena itu, perlu mengonsolidasi petani dari petani perorangan ke dalam koperasi," ungkap Menkop UKM Teten Masduki, dalam diskusi kopi yang diselenggarakan Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), di Jakarta, Kamis (30/1).
Lebih lanjut, Teten mengatakan dengan mengonsolidasi petani dalam wadah koperasi, akan sekaligus mengonsolidasi lahan milik petani, konsolidasi pola tanam yang baik, konsolidasi sumber daya di pemerintahan dan konsolidasi pembiayaan. Konsolidasi tersebut mendorong peningkatan produktivitas kopi dan memperkuat posisi tawar petani.
Koperasi yang dibentuk harus memenuhi skala ekonomi sebagai sentra bisnis dengan luas minimal 100 hektar (ha) yang akan berperan dari hulu ke hilir. Setiap koperasi akan memiliki pengolahan dari cherry bean ke green bean.
Dalam hal ini, koperasi akan berperan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk mewujudkan model bisnis koperasi. Kemitraan dengan lembaga pembiayaan, swasta/BUMN sebagai offtaker. "Koperasi membangun kerja sama dengan offtaker. Offtaker juga sejak awal bantu pembiayaan," lanjutnya.
Dengan pola kemitraan ini, petani hanya fokus pada penanaman kopi saja. Proses bisnis seluruhnya dikerjakan koperasi, termasuk untuk menjaga mutu dengan melakukan pendampingan. Teten mengatakan melalui model bisnis kemitraan akan terbangun ekosistem kopi yang lebih baik. Hal itu, akan mendorong kesejahteraan petani dan menjaga kualitas kopi.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus SCOPI Irvan Helmi mengungkapkan sekitar 96% produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan yang dimiliki oleh petani dengan produktivitas yang rendah yaitu berkisar 700 kg/ha.
Rendahnya produktivitas ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya minimnya akses ke pengetahuan untuk melakukan Good Agricultural Practices (GAP) dan Penanganan Pascapanen, Akses ke Pasar, dan Akses ke Pembiayaan.
"Tantangan terbesar peningkatan produktivitas kopi Indonesia saat ini berada di bagian hulu. Hampir 50% pohon kopi di Indonesia sudah mencapai usia 50 tahun ke atas dan tergolong tidak produktif. Untuk itu, diperlukan kegiatan replanting/penanaman kembali," tambah Irvan.
Lahan perkebunan kopi di Indonesia lebih luas dari negara Vietnam namun dari segi produktivitas, kopi Indonesia masih di bawah Vietnam.
RR/MI