Bandara, Hotel hingga Perumahan Wajib Pakai Bahasa Indonesia
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo .

Bandara, Hotel hingga Perumahan Wajib Pakai Bahasa Indonesia

Kamis, 10 Oktober 2019|10:49:11 WIB




RADARRIAUNET.COM: Perpres 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia mewajibkan penamaan banyak hal menggunakan bahasa Indonesia. Nama bangunan, sarana transportasi, hingga jalan wajib berbahasa Indonesia.

Perpres 63/2019 ini diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 September 2019. Perpres ini mencabut Perpres Nomor 16 Tahun 2010 yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dulu tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden Serta Pejabat Negara Lainnya.

Bagian Kedua Belas dari Perpres ini mengatur Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, Organisasi yang Didirikan atau Dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.

Selain itu, Perpres ini juga mengatur bahwa Presiden, Wapres, dan pejabat negara lain wajib berpidato dengan menggunakan bahasa Indonesia baik di dalam atau pun luar negeri.

"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri,” demikian bunyi Pasal 5 Perpres seperti dikutip dari Setkab.go.id, Rabu (9/10).   

Pasal berikutnya mengatur lebih rinci mengenai pidato resmi di dalam negeri dan pidato resmi di luar negeri. Di dalam negeri, Presiden/Wapres dan pejabat lain wajib berbahasa Indonesia baik di forum nasional maupun forum internasional. Sementara itu, aturan mengenai 'pidato resmi di luar negeri' juga mengatur hal yang sama, yakni wajib menggunakan bahasa Indonesia. Forum internasional di luar negeri yang disebut di Perpres yakni yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), organisasi internasional atau negara penerima.

“Penyampaian pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan atau didampingi oleh penerjemah,” bunyi Pasal 18 Perpres. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 30 September 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.

Berikut bunyi aturannya:

Pasal 33

( 1) Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks
perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

(2) Bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perhotelan;
b. penginapan;
c. bandar udara;
d. pelabuhan;
e. terminal;
f. stasiun;
g. pabrik;
h. menara;
i. monumen;
j. waduk;
k. bendungan;
l. bendung;
m. terowongan;
n. tempat usaha;
o. tempat pertemuan umum;
p. tempat hiburan;
q. tempat pertunjukan;
r. kompleks olahraga;
s. stadion olahraga;
t. rumah sakit;
u. perumahan;
v. rumah susun;
w. kompleks permakaman; dan/atau
x. bangunan atau gedung lain

(3) Dalam hal bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan maka nama geografi dapat menggunakan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing.

(4) Penggunaan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditulis dengan menggunakan aksara latin.

(5) Penggunaan Bahasa Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disertai dengan aksara daerah.

Perpres 63/2019 ini merupakan aturan lebih lanjut dari UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. UU tersebut memang sudah mengatur bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan hingga jalan, tapi belum ada rinciannya.

Perpres Nomor 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut, berisi lebih lengkap daripada Perpres 16/2010 yang dulu diterbitkan SBY. Selain soal pidato, Perpres ini mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam dokumen hingga bangunan.

Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi pada 30 September 2019 ini diterbitkan atas pertimbangan bahwa perpres era SBY hanya mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi presiden dan/atau wakil presiden serta pejabat negara lainnya. Perpres era SBY belum mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang lain.

"Bahwa Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya hanya mengatur mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta pejabat negara lainnya dan belum mengatur penggunaan Bahasa Indonesia yang lain sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan," demikian bunyi pertimbangan di Perpres 63/2019.

Perpres Nomor 16 Tahun 2010 yang diteken SBY dulu adalah tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya. Isinya hanya mengatur soal pidato resmi pejabat negara, termasuk presiden dan wakil presiden, di luar dan dalam negeri.
View in Single Page12

Jika dibandingkan, Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi tak hanya mengatur soal pidato presiden dan pejabat negara. Perpres itu juga mengatur soal penggunaan bahasa Indonesia dalam peraturan, dokumen resmi negara, bahasa pengantar pendidikan, hingga nota kesepahaman.

Dengan adanya Perpres 63/2019 yang diteken Jokowi, Perpres era SBY dinyatakan tidak berlaku lagi.

"Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 20l0 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Negara Lainnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," demikian bunyi Perpres 63/2019.

 

RR/dtc/zet







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NASIONAL

MORE

MOST POPULAR ARTICLE