Selasa, 17 April 2018|13:03:01 WIB
Jakarta: Pemerintah terus berupaya mengembangkan sektor industri nasional agar bisa menggeliat dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Tanah Air dengan meluncurkan program Indonesia Making 4.0.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan pengembangan industri nasional diarahkan untuk memecahkan tiga masalah utama. Hal tersebut ia utarakan saat memberikan sambutan kunci dalam acara The 4th Industrial Dialogue Grand Session: The Study on the Promotion of Globally Competitive Industry, yang terselenggara atas kerja sama Pemerintah indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Kementerian PPN/Bappenas dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Bambang menyebutkan, pertama, stagnansi produktivitas tenaga kerja industri. Data IMF menunjukkan produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan selama lebih dari satu dekade terakhir, sementara Tiongkok dan lndia mengalami kenaikan yang pesat.
Kedua, daya saing industri nasional. Kenaikan Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Indonesia menggambarkan penggunaan kapital yang melemah karena belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan dan akses keuangan yang terbatas bagi masyarakat.
Ketiga, ekspor produk manufaktur Indonesia didominasi produk teknologi rendah. Rendahnya proporsi ekspor dengan kandungan teknologi tinggi mengindikasikan lndonesia belum berpartisipasi optimal dalam rantai nilai global.
"Saat ini karakteristik produk ekspor Indonesia bersifat homogen, dan kita tertinggal dalam mengembangkan produk baru di bidang manufaktur," kata Bambang kepada awak media di Hotel Shangri-La, Jakarta, Selasa, 17 April 2018.
Selama ini, produk ekspor Indonesia terkonsentrasi pada produk hasil komoditi dan barang pertambangan, seperti batu bara, CPO, dan karet, dengan sedikit kontribusi dari ekspor barang permesinan. Sementara Thailand dan Malaysia memiliki karakteristik produk ekspor yang lebih heterogen dan berada dalam posisi yang lebih baik dalam menangkap perubahan konsumsi global, mendorong nilai tambah yang tinggi, serta lebih kuat dalam menghadapi fluktuasi harga komoditas.
Oleh karenanya, dirinya mendorong upaya untuk meningkatkan keragaman dan kompleksitas produk ekspor Indonesia agar mampu bersaing di pasar global. Kajian empris membuktikan tingkat kompleksitas dan keragaman produk ekspor suatu negara memiliki korelasi positif dengan tingkat pendapatan per kapita suatu negara.
Bambang mengatakan berdasarkan data Atlas of Economic Complexity yang diterbitkan Harvard University menunjukkan produk yang diekspor Indonesia memiliki ragam yang terbatas, didominasi produk commodity-based, dan memiliki kaitan yang terbatas (limited forward and backward linkage) dengan sektor-sektor lain. Hal ini membuat lndonesia belum mampu menghasilkan produk baru dengan teknologi yang lebih tinggi. Saat ini, produk ekspor Indonesia masih terbatas untuk ekspor tekstil, hasil perkebunan dan kayu, dan produk kimia.
"Untuk menjadi industri maju dan dapat bersaing di pasar global, kita harus mengidentifikasi jalur tercepat meningkatkan kemampuan, baik melalui kebijakan industri yang tepat maupun dengan fokus pada beberapa produk strategis yang dapat memberikan daya ungkit paling tinggi pada perekonomian nasional. Kapasitas manufaktur lokal juga perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk ekspor dengan kompleksitas dan nilai tambah yang tinggi. Studi Bappenas-MCA yang berfokus pada sektor otomotif, elektronika, dan pengolahan makanan memberikan gambaran atas strategi yang dapat ditempuh lndonesia dalam jangka menengah," tandas dia.
Mtvn/Abd