RADARRIAUNET.COM - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf mengungkap negara-negara yang diduga menjadi asal sumber pendanaan jaringan terorisme di Indonesia.
Di kawasan Asia, terdapat Australia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara dari negara timur tengah, tercatat sumber pendanaan yang masuk ke Indonesia di antaranya berasal dari Irak, Lebanon, dan Turki.
"Negara yang pernah kirim dana ke Indonesia paling banyak dari Australia," kata Yusuf dalam rapat Pansus RUU Terorisme di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/9).
Berdasarkan data PPATK, Australia menduduki peringkat pertama yang menjadi penyumbang dana terbesar untuk jaringan teroris dan foreign terorisme fighter yang ada di Indonesia dengan jumlah mencapai Rp88,5 miliar.
Jumlah tersebut berasal dari 97 kali transaksi melalui berbagai cara, baik perseorangan maupun kelompok. Untuk perseorangan, salah satu caranya adalah dengan menyewa orang.
Selain itu, kata Yusuf, cara menikahi wanita warga negara Indonesia untuk diminta membuka rekening khusus guna menerima alokasi dana dugaan terorisme.
Adapun instrumen yang digunakan, kata Yusuf, biasanya menggunakan bitcoin atau paypal yang merupakan sistem pembayaran virtual.
Sedangkan untuk kelompok, Yusuf mengungkapkan Yayasan biasanya dijadikan modus pendanaan jaringan terorisme.
"Saya tidak sebut nama yayasan. Beberapa yayasan juga biayakan mereka yang berangkat ke daerah teroris di luar negeri atau yang dikenal sebagai foreign terorisme fighter (FTF)," ujarnya.
Selain Australia, Brunei Darussalam menduduki peringkat kedua dengan nominal mencapai Rp2,6 miliar yang disusul dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan dan Thailand.
Di sisi lain, Yusuf memaparkan, Indonesia juga turut menjadi negara yang mendanai jaringan terorisme ke beberapa negara lain, seperti ke Hongkong sebesar Rp31,2 miliar, Indonesia mengirim ke Filipina sebesar Rp229 miliar dan ke Australia Rp5,3 miliar.
Oleh karena itu, Yusuf meminta agar Pansus RUU Antiterorisme memperhatikan mekanisme yang mengatur aliran dana untuk hal-hal tersebut dalam menyusun draf bersama pemerintah.
Sebab, menurut Yusuf, salah satu motif utama orang terlibat aksi teroris adalah uang, di samping motif ideologi.
"Dalam UU belum ada pasal penundaan transaksi. Ini bertujuan agar penyidik dapat melakukan pencegahan perpindahan uang hasil tindak pidana terorisme," kata dia.
Yusuf juga mengusulkan agar draf RUU Antiterorisme yang sedang digodok untuk mengatur pemblokiran rekening bila menemukan dugaan aliran untuk aksi terorisme.
"Kalau ada orang luar negeri bisnis ke Indonesia misal terkait bahan-bahan nuklir maka perlu dilakukan pembukuannya oleh negara. Ini penting karena nuklir sendiri jadi ancaman dunia," ujar Yusuf.
cnn/radarriaunet.com