Senin, 07 September 2015|12:59:42 WIB
JAKARTA (RRN) - Satinah binti Jumadi Amad, WNI asal Ungaran, Jawa Tengah yang sempat terancam hukuman mati di Arab Saudi akhirnya berhasil pulang ke tanah air pada Rabu (2/9) setelah delapan tahun mendekam dalam tahanan di Saudi.
Menurut pernyataan yang dirilis dari Kementerian Luar Negeri RI, Satinah, 43, divonis hukuman mati (qishas) karena terbukti melakukan pembunuhan terhadap majikannya, Nurah Al Gharib, 70, warga negara Arab Saudi pada 26 Juni 2007.
Satinah mendapatkan pemaafan (tanazul) melalui mekanisme pembayaran diyat sebesar 7 juta riyal, atau sekitar Rp21 miliar, yang dibayarkan bulan Mei 2014 lalu.
Namun, mendapatkan pemaafan dari ahli waris melalui pembayaran diyat tidak dengan sendirinya membebaskan Satinah dari ancaman hukuman mati karena Satinah masih harus menjalani ancaman hukuman mati di pengadilan hak umum, baik untuk pidana pembunuhan dan 2 pidana lainnya yaitu pencurian dan zina muhson.
Dalam rilis Kemenlu, disebutkan bahwa Upaya diplomatik terakhir untuk membebaskan Satinah dilakukan saat kunjungan Menlu RI ke Arab Saudi bulan Mei lalu. Dalam kunjungan tersebut Menlu Retno menyampaikan harapan agar Satinah yang telah telah membayar diyat dan mendapatkan pemaafan dari ahli waris korban melalui pengadilan hak khusus dapat dibebaskan dari ancaman hukuman mati di persidangan hak umum.
Proses pemulangan Satinah dimulai setelah adanya pemberitahuan pada 30 Agustus 2015 dari pengacara KBRI Riyadh, Radhwan Al Musigeeh, yang mengkonfirmasi bahwa nota banding Jaksa Penuntut Umum ditolak oleh hakim dalam persidangan hak khusus.
•
Dengan demikian, keputusan hakim yang hanya mengganjar penjara 8 tahun bagi Satinah untuk 2 tindak pidana dengan sendirinya menjadi ketetapan, dan Satinah dapat segera dipulangkan.
"Mendengar informasi tersebut wakil duta besar segera perintahkan kami untuk mengurus administrasi keimigrasian yang seringkali menjadi kendala pemulangan. Namun karena diplomasi yang dilakukan sebelumnya oleh Menlu RI, upaya kami dimudahkan oleh otoritas setempat", ujar Muhibuddin, Atase Hukum KBRI Riyadh.
Upaya pembebasan Satinah
Berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk membebaskan Satinah. Upaya diplomatik yang dilakukan antara lain lebih dari lima kali surat Duta Besar kepada Raja, terakhir oleh Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir, yang saat itu menjabat Duta Besar di Riyadh.
Selama delapan tahun di penjara, Satinah mendapatkan pendampingan dari empat pengacara yang berbeda dari pemerintah. Selain itu, upaya pembebasan juga disampaikan melalui surat Presiden kepada Raja Arab Saudi sebanyak tiga kali, kunjungan utusan khusus Presiden RI ke Arab Saudi sebanyak tiga kali dan kunnjungan Menlu Retno ke Arab Saudi bulan Mei lalu.
Dari upaya tersebut, eksekusi terhadap Satinah berhasil ditunda sebanyak lima kali dan tuntutan diyat berhasil diturunkan, dari yang semula 15 juta riyal menjadi 7 juta riyal.
"Kasus ibu Satinah ini adalah pelajaran berharga bagi kita bahwa pembayaran diyat memang membuka peluang lebih besar bagi pembebasan WNI terancam hukuman mati di Arab Saudi, tapi tidak dengan sendirinya membebaskan terdakwa dari tuntutan hukuman mati di pengadilan hak umum," kata Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Kemenlu.
Satinah yang sejak setahun terakhir terserang stroke tiba di Jakarta pada Rabu (2/9) pukul 11.05 dengan Saudi Airlines SV 822, didampingi Atase Hukum dan pejabat Konsuler KBRI Riyadh.
Setibanya di Jakarta Satinah akan langsung dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lanjutan sebelum nantinya dipulangkan dan dirawat di Ungaran. Untuk penangan pasca ketibaan di Jakarta Kemlu telah berkoordinasi dengan BNP2TKI dan Pemda Jawa Tengah. (ama/ama/fn)