Rabu, 06 Maret 2019|15:25:39 WIB
RadarRiaunet.com: Pendidikan karakter baik secara konvensional maupun melalui literasi digital harus ditingkatkan ke generasi muda. Jangan sampai kultur bangsa yang toleran terkikis dengan kemajuan zaman sekarang ini.
"Harus dipaksakan dan semua mengikuti, karena ini jati diri bangsa. Apakah melalui kurikulum pendidikan atau melalui dunia digital. Kita semua tahu fenomena media sosial (medsos) ini sangat luar biasa. Kalau bangsa kita lengah akan sangat berbahaya. Ini menjadi tanggung jawab semua, pemerintah, masyarakat, lingkungan, dan keluarga," ujar Staf Ahli Menko Polhukam, Sri Yunanto dalam keterangannya, seperti sitat Merdeka.com, Rabu (6/3/2019).
Menurutnya, langkah pertama untuk kembali menguatkan karakter generasi penerus bangsa dengan memberikan pondasi pendidikan, terutama penguatan ideologi bangsa. Itu bisa dilakukan dengan memberi pemahaman lagi tentang 4 Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Itu bisa diberikan melalui kurikulum pendidikan dan kampanye di media sosial," tuturnya.
Dia optimis, bila generasi bangsa mempunyai pemahaman utuh tentang 4 Pilar Kebangsaan akan memiliki imunitas dan pembanding, terutama saat mendapatkan pengetahuan baru dari dunia digital tentang ide kebebasan maupun paham transnasional.
"Mereka memang membaca pengetahuan baru itu, tetapi mereka pasti akan membandingkan dengan ideologi hakiki bangsa. Dengan begitu, mereka tidak akan mengikuti dan menolak paham tersebut," tutur Dosen Politik Islam Universitas Indonesia ini.
Selain 4 Pilar Kebangsaan, ideologi agama juga harus disebarkan karena agama-agama di Indonesia mempunyai misi sama mengajarkan kebaikan, toleransi, dan perdamaian. Dengan memahami ideologi agama, generasi muda akan memiliki saringan dalam menghadapi serangan ideologi asing.
Ketiga, lanjut Yunanto, nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, tepo seliro, toleran, saling menghormati juga harus terus diberikan. Ia sadar kemajuan teknologi informasi di era milenial itu sangat sulit mencegah anak-anak untuk tidak menggunakan medsos. Dalam hal ini, keluarga menjadi poin penting dalam melindungi anak-anak dari 'virus' negatif di medsos.
"Kita tidak bisa mencegah anak menggunakan medsos, justru di tengah kemajuan zaman ini, kita justru harus menganjurkan kepada anak-anak untuk mengenalnya. Tapi itu tadi mereka harus memiliki nilai dasar bangsa sehingga mereka bisa memilah mana yang baik dan mana yang akan merusak," jelasnya.
Selain literasi digital, pemerintah sebagai legitimate force bisa memaksa setiap warga dengan cara sah untuk mempelajari bela negara. Apalagi sekarang sudah adanya Inpres Nomor 7 tahun 2018 tentang Bela Negara. Di situ bela negara tidak hanya melalui cara formal, tetapi juga informal. Pesertanya juga harus menyuluruh seperti pelajar, mahasiswa, aparat, pengusaha, bahkan TKI pun harus mengikutinya.
Intinya, kata Yunanto, semua lini harus bergerak tentunya dengan metodologi terkini baik termasuk di media dan medsos. Itu harus dikemas dengan menarik dan konten yang sesuai dengan perkembangan zaman serta tidak simbolik dan seremonial, tetapi mengena di hati masyarakat.
"Kalau milenial caranya disesuaikan milenial, kalau ekonomi untuk kelompok pengusaha. Dengan begitu masyarakat akan mengikuti dengan senang dan sukarela. Ini perlu kecanggihan dan pemikiran yang melibatkan berbagai disiplin ilmu sehingga tidak terkesan monoton," tandasnya.
RRN/Merdeka.com