Senin, 24 Agustus 2015|22:36:31 WIB
Jakarta (RRN) - Presiden Joko Widodo meminta aparat hukum untuk tidak mengkriminalisasi kebijakan para pejabat yang akan menjalankan proyek pembangunan. Dia ingin pembangunan berjalan lancar.
"Saya minta kepada semua aparat hukum agar jangan kriminalisasikan kebijakan. Harus ada diskresi untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan. Masalah perdata diselesaikan secara perdata, jangan dikriminalkan," tegas Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (24/8/2015).
Permintaan itu, jelas Jokowi, semata demi kelancaran program pembangunan pemerintah. Bukan karena tidak mendukung program antikorupsi. "Silakan pidanakan sekeras-kerasnya kalau terbukti mencuri atau menerima suap," jelas suami Iriana itu.
Mantan Gubernur DKI Jakarta menginstruksikan Kejaksaan Agung membentuk tim khusus untuk mendampingi penyerapan anggaran di setiap daerah. Hal itu demi menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
"Tim itu akan memberikan pendampingan, arahnya lebih kepada pencegahan," kata Jaksa Agung HM Prasetyo.
Anggota Tim Komunikasi Presiden Teten Masduki menyebut, hingga saat ini ada 8 menteri,19 gubernur, 2 gubernur BI, 5 deputi gubernur BI, 40 anggota DPR, 150 anggota DPRD, dan 200 bupati/wali kota yang masuk penjara akibat korupsi. Jika diukur dari jumlah penyelenggara negara yang dipenjara, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tergolong sukses.
Namun, jelas Teten, 'biaya' yang harus ditanggung juga besar, yaitu, lambatnya pembangunan akibat aparat negara takut mengambil keputusan. "Beberapa penyebabnya antara lain ketidakjelasan definisi korupsi, maraknya kriminalisasi kebijakan, dan prosedur hukum yang kurang jelas dan tidak transparan," ungkap Teten. (alx/mtvn)