Melek Bahaya Rokok
Ayo Melek Bahaya Rokok! ddc

Melek Bahaya Rokok

Kamis, 25 Agustus 2016|14:08:25 WIB




RADARRIAUNET.COM - Pada tahun 2014, Indonesia adalah negara pengonsumsi rokok terbesar keempat dunia setelah USA, Rusia, dan Cina. Angka konsumsi rokok masyarakat Indonesia saat ini cenderung mengalami peningkatan dari 182 miliar batang pada tahun 2001 (Tobacco Atlas 2002), menjadi 260,8 miliar batang pada tahun 2009 (Tobacco Atlas 2012). Efek buruk rokok memang sudah banyak diungkap para ahli kesehatan sebagaimana ditulis dalam kemasan rokok lengkap dengan ilustrasi bagian-bagian tubuh seorang perokok, seperti "Merokok membunuhmu!". Namun, faktanya para perokok masih terus saja bertambah seiring berjalannya waktu. Hal ini sangatlah memprihatinkan, sebab konsumsi rokok di Indonesia juga turut menyumbang masalah angka kesehatan global.

Baru-baru ini masyarakat telah dihebohkan kembali oleh wacana kebijakan baru pemerintah terkait dengan kenaikan tarif cukai rokok yang signifikan. Wacana kenaikan tarif cukai rokok secara signifikan ini merupakan hasil studi Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Boleh jadi wacana kebijakan baru ini adalah jawaban atas persoalan di atas. Selain dapat mengendalikan angka konsumsi rokok di Indonesia, kenaikan tarif cukai rokok juga dirasa mampu meningkatkan pendapatan negara.

Saat ini, wacana kebijakan baru tersebut tengah menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Sebab, naiknya tarif cukai rokok akan memengaruhi harga rokok yang beredar dipasaran. Dengan demikian, wacana kebijakan baru tersebut seharusnya dipertimbangkan kembali, terkait dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Terutama nasib jutaan petani tembakau dan buruh industri rokok yang terancam PHK jika penjualan rokok dipasaran nantinya berangsur-angsur menurun? Boleh jadi relokasi adalah solusinya. Namun, kenaikan tarif cukai rokok secara signifikan juga berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat.

#KamiTidakPanik adalah reaksi spontan yang diberikan oleh netizen terhadap wacana kebijakan baru pemerintah tentang kenaikan tarif cukai rokok. Meme-meme pun mulai beredar di dunia maya sebagai respons terhadap wacana kebijakan tersebut. Jika wacana kebijakan baru tersebut nantinya direalisasikan oleh pemerintah, lantas bagaimana nasib para perokok di negeri ini, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah?

Solusi utama menanggapi jika wacana kebijakan naiknya tarif cukai rokok nantinya diterapkan di Indonesia ialah berhenti merokok. Seorang perokok berisiko dua hingga empat kali lebih tinggi menderita penyakit jantung dibandingkan bukan perokok. Hasil penelitian ahli kesehatan menyatakan, satu batang rokok mengandung lebih dari 5.000 bahan kimia berbahaya di antaranya karbonmonoksida, tar, gas oksidan, benzene, dan lain sebagainya.

Bahaya merokok pun sejatinya sudah dijelaskan dalam kemasan rokok sejak beberapa tahun silam. "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin", peringatan akan bahaya rokok tersebut jelas bukan? Namun, kenyataannya angka konsumsi rokok di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dengan demikian, tak heran jika salah satu CEO industri rokok ternama di Indonesia mengatakan jika "rokok itu dibikin cuma untuk orang-orang yang enggak bisa baca saja". Selain tidak bikin kantong bolong dan menunjukan Anda sebagai orang yang 'tidak buta huruf'. Berhenti merokok juga bermanfaat bagi kesehatan diri Anda sendiri, orang-orang tercinta di sekeliling kita, serta lingkungan sekitar kita.

Ironisnya, kini sebagian masyarakat malah mulai berencana mengganti konsumsi rokok konvensional menjadi rokok elektrik jika wacana kebijakan naiknya tarif cukai rokok diterapkan bulan depan. Rokok elektrik atau Vapor adalah inovasi teknologi terbaru yang mulai dikembangkan pada tahun 2003 oleh salah satu perusahaan di Cina. Sebagian masyarakat menganggap rokok elektrik yang dapat digunakan berulang kali ini sebagai solusi atas mahalnya harga rokok konvensional. Di sisi lain, rokok elektrik diklaim pula sebagai alat penolong bagi mereka yang kecanduan rokok supaya bisa berhenti merokok.

Namun, pada tahun 2008 WHO (The World Health Organization) justru menyatakan, pihaknya tidak merekomendasikan rokok elektrik dikonsumsi sebagai alat untuk berhenti merokok. Kandungan yang ada di dalam refill rokok elektrik itu juga sangat berbahaya, di antaranya nikotin cair, propilen glikol, gliserin, dan perasa dengan aneka varian. Jika refill rokok elektrik dipanaskan dan menghasilkan uap, jika dihirup si perokok maka akan menghasilkan senyawa nitrosamine yang berpotensi menyebabkan kanker. Nahasnya, kini rokok elektrik sudah banyak beredar di Indonesia meskipun status legalitasnya masih dipertanyakan.

Oleh Bagus Setiawan
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya/rol







Berita Terkait

Baca Juga Kumpulan Berita NEWS

MORE

MOST POPULAR ARTICLE