RADARRIAUNET.COM - Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldi Jusman, Selasa (5/4/2016) pagi, mendatangi KPK di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Kedatangan politisi Partai Demokrat tersebut untuk melaporkan polemik yang selama ini banyak diperdebatkan oleh Anggota DPRD Riau, yaitu seputar penganggaran dana pembayaran utang eskalasi Pemprov Riau sebesar Rp220 miliar dalam APBD Perubahan 2015.
“Saya melaporkan masalah dana eskalasi ini untuk menjernihkan atau membuktikan bahwa dirinya tidak menerima dana eskalasi yang selama ini dituduhkan oleh sejumlah anggota Dewan kepada saya, “ ujar Noviwaldi yang biasa disapa Dedet, Rabu (6/4/2016) kepada awak media.
Saat di KPK, Dedet mengaku kepada media dirinya diterima oleh Waldes di Bagian Pengaduan. Tidak lama atau sekitar 20 menitan kemudian, Dedet kembali meninggalkan gedung KPK dengan membawa tas ransel yang sama.
Saat melaporkan ke KPK, Dedet membawa dokumen-dokumen dalam tas ransel. Dokumen itu berupa hasil notulen rapat Banggar dari awal sampai akhir, rekaman rapat Banggar dari awal sampai akhir, dan serta tandatangan nota kesepakatan DPRD Riau Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Perubahan 2015, Berita Acara Paripurna, persetujuan hasil evaluasi gubernur yang ditandatangani oleh seluruh fraksi dan semua dokumen pendukung lainnya dan serta dokumen yang sudah dibentuk dalam bentuk CD atau cakram padat.
Usai melapor ke KPK, Dedet mengatakan dirinya terpaksa melaporkan dana eskalasi ke KPK karena belakangan ini banyak tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya telah menerima dana eskalasi pemprov Riau.
Sebagai informasi tambahan. Dana eskalasi ini begulir di DPRD Riau, setelah anggota dewan mengajukan hak angket untuk mempertanyakan prihal masuknya anggaran pembayaran hutang daerah sebesar Rp220 miliar di APBD Perubahan 2015. Padahal anggaran tersebut sudah ditolak secara bersama-sama oleh para anggota DPRD Riau ketika adanya pembahasan di Badan Anggaran (Banggar).
“Saya menyayangkan atas tuduhan rekan-rekan, karena selama ini saya selalu merekam setiap rapat anggaran dan rapat secara terbuka, “ katanya.
Dedet menegaskan sejatinya dirinya berkeingin merubah paradigma lama di kalangan legislator Provinsi Riau agar tidak terjadi lagi permasalahan hukum. Namun Dedet tidak menduga rekannya di DPRD tidak menyambut positif langkahnya yang ingin melakukan perubahan di tubuh DPRD Riau.
Padahal, kata dia, sesuai dengan kesepakatan awal menjadi pimpinan Dewan, ingin DPRD Riau menjadi lembaga yang bersih dan terhindar dari masalah hukum seperti periode sebelumnya.
“Kami awalnya berkomitmen menjadikan lembaga DPRD sebagai lembaga terhormat. Tapi ternyata saya menghadapi tantangan yakni adanya kecurigaan pada unsur pimpinan," kesal Dedet seraya berharap usai melapor dana eskalasi ini, KPK dapat memberikan pembuktian bahwa dirinya bersih alias tidak terbukti menerima dana eskalasi tersebut.
Menyinggung keinginan sejumlah inisiator Hak Angket, Dedet sangat mendukung hal tersebut. Menurutnya, Hak Angket merupakan hak anggota untuk mendapatkan kejelasan. "Sepanjang memenuhi unsur yang diatur peraturan perundangan, sedikitpun tak ada saya halang halangi," katanya.
Menyoal permintaan rekan-rekan inisiator untuk meminta KPK datang ke DPRD Riau, Dedet menegaskan dirinya mengambil inisiatif untuk terlebih dulu melaporkan, sebelum KPK mendatangi lembaga DPRD Riau.
Langkah Dedet mendatangi dan menyerahkan sejumlah dokumen ke KPK. Pasalnya selama ini, belum pernah satu pun legislator dari Riau yang berani melaporkan atau menyerahkan sejumlah dokumen ke lembaga tersebut jika menemukan masalah yang menjadi polemik di internal DPRD Riau.
Lex/grc/RR-H24